KHOTBAH 66

Setelah wafatnya Nabi SAWW, ketika sampai berita kepada Amirul Mukminin a.s. tentang kejadian di Saqifah Bani Sa'idah,[1] ia bertanya apakah yang dikatakan kaum Anshar. Dikatakan kepadanya bahwa mereka meminta satu pemimpin dari kalangan mereka dan satu dari kalangan lain. Amirul Mukminin berkata:


Mengapa Anda tidak berhujah bahwa Nabi SAWW telah berwasiat bahwa kalangan Anshar yang baik harus diperlakukan dengan baik dan yang buruk harus dimaafkan.

Orang berkata: Apakah dalam argumen ini yang membantah mereka?

Amirul Mukminin berkata: Apabila pemerintahan di tangan mereka maka tak akan ada wasiat bagi mereka.

Kemudian ia berkata: Apa yang dihujahkan orang Quraisy?

Orang berkata: Mereka berhujah bahwa mereka termasuk pada (pohon) silsilah Nabi SAWW.

Lalu Amirul Mukminin berkata: Mereka berhujah dengan pohon tetapi mengabaikan buah-buahnya. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Dari apa yang terjadi di Saqifah Bani Sa'idah nampak bahwa argumen terbesar serta basis keberhasilan Muhajirin atas kaum Anshar adalah karena mereka kaum kerabat Nabi maka tak ada orang lain yang berhak atas jabatan khalifah. Atas dasar ini saja kaum Anshar sedia meletakkan senjata mereka di hadapan tiga orang Muhajirin, dan mereka ini berhasil mendapatkan kekhalifahan dengan mengajukan keistimewaan turunannya. Maka, sehubungan dengan penstiwa Saqifah, Thabari menulis bahwa ketika kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah untuk membaiat Sa'd ibn 'Ubadah, entah bagaimana, Abu Bakar, 'Umar dan Abu 'Ubaidah ibn Jarrah juga mendapat bisikan dan sampai ke sana. 'Umar telah merencanakan sesuatu untuk kesempatan ini. la bangkit hendak bicara, tetapi Abu Bakar menghentikannya, lalu ia sendiri berdiri. Setelah memuji Allah dan hijrahnya kaum Muhajirln serta terdahulunya mereka dalam Islam, ia berkata,

"Merekalah yang pertama-tama menyembah Allah dan menerima keimanan kepada Allah dan sahabat serta karib kerabat Nabi. Karena itu maka mereka saja yang pantas akan kekhalifahan. Barangsiapa bentrokan dengan mereka (berarti) melanggar batas."

Ketika Abu Bakar selesai berpidato, Hubab ibn al-Mundzir berdiri dan sambil berpaling kepada orang Anshar ia berkata, "Wahai kaum Anshar, jangan berikan kendali Anda ke tangan orang lain. Penduduk berada di bawah urusan Anda. Anda adalah orang-orang terhormat, mempunyai harta, suku dan pertemuan. Apabila Muhajirin mengungguli Anda dalam beberapa hal, Anda pun mengatasi mereka dalam beberapa hal. Anda memberikan mereka tempat berlindung di rumah-rumah Anda. Anda pejuang Islam. Dengan pertolongan Anda Islam berdiri di kaki sendiri. Di kota Anda salat dapat didirikan dengan merdeka. Selamatkan diri Anda dari perpecahan dan bersikeraslah pada hak Anda dengan bersatu. Apabila Muhajirin tak menyetujui hak Anda, katakan kepada mereka agar ada satu pemimpin dari kita dan satu pemimpin dari mereka."

Baru saja Hubab duduk setelah mengatakan hal itu, 'Umar bangkit seraya mengatakan,

"Tak mungkin ada dua pemimpin di satu saat. Demi Allah, orang Arab tak akan menyetujui Anda sebagai kepala negara, karena Nabi bukan berasal dari Anda. Pastilah orang Arab tidak akan keberatan bila kekhalifahan diserahkan kepada orang yang di dalam rumahnya Nabi beristirahat, sehingga pemimpin itu harus pula dari rumah itu juga. Barangsiapa berselisih dengan hujah yang jelas, supaya diajukan. Barangsiapa bentrokan dengan kami dalam hal we-wenang dan kepemimpinan Muhammad SAWW maka ia bersandar kepada yang batil, pendosa dan akan jatuh ke dalam kehancuran.

Setelah 'Umar, Hubab berdiri lagi lalu berkata kepada Anshar, "Lihatlah. Bersikeraslah pada sikap Anda dan janganlah pedulikan pendapat orang ini atau pendukungnya. Mereka hendak memijak-mijak hak Anda. Apabila mereka tak setuju, kembalikan dia dan mereka dari kota Anda dan ambillah kekhalifahan itu. Siapa lagi selain Anda yang lebih berhak atasnya?"

Ketika Hubab selesai, 'Umar mengejeknya. Terjadi penggunaan kata-kata kasar dari kedua pihak, dan keadaan mulai memburuk. Melihat hal ini, Abu 'Ubaidah ibn Jarrah berbicara dengan maksud untuk mendinginkan kaum Anshar dan membujuk mereka ke pihaknya, "Wahai, Anshar! Anda adalah orang yang mendukung kami dan menolong kami dalam setiap hal. Janganlah sekarang Anda mengubah jalan Anda dan janganlah Anda meninggalkan perilaku Anda." Tetapi, orang Anshar tak mengubah pendiriannya. Mereka telah bersedia utnuk membaiat Sa'd dan orang sedang hendak mendekatinya ketika seorang lelaki dari suku Sa'd, Basyir ibn 'Amr al-Khazraji, berdiri seraya berkata, "Tiada ragu, kami maju berjihad dan mendukung agama, tetapi tujuan kami berbuat demikian adalah untuk keridaan Allah dan untuk menaati Nabi-Nya. Tak pantas bagi kita untuk mengaku lebih unggul dan membuat kekacauan dalam soal kekhalifahan. Muhammad SAWW berasal dari suku Quraisy dan mereka mempunyai hak yang lebih besar dan lebih sesuai untuk itu." Baru saja Basyir mengucapkan kata-kata itu, terjadilah perpecahan di kalangan Anshar, dan 'Umar dan Abu 'Ubaidah memutuskan untuk mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar. Mereka baru hendak maju untuk itu ketika Basyir mula-mula mengulurkan tangannya ke tangan Abu Bakar dan sesudah itu 'Umar dan Abu 'Ubaidah pun membaiat. Kemudian orang sesuku dengan Basyir datang membaiat seraya menginjak-injak Sa'd ibn 'Ubadah.

Selama waktu itu Amirul Mukminin sedang sibuk mempersiapkan permandian dan penguburan Nabi. Ketika kemudian ia mendengar tentang pertemuan di Saqifah dan mengetahui bahwa Muhajinn telah menang atas kamu Anshar, dengan mengajukan bahwa mereka adalah dari suku Nabi, ia mengucapkan kalimat indah bahwa mereka berargumen dengan pohon keturunan itu tetapi mengabaikan buahnya, yaitu para anggota keluarga beliau. Yakni, apabila kaum Muhajirin mengaku berhak karena garis keturunan Nabi, bagaimana mungkin orang-orang yang merupakan buah itu diabaikan? Aneh bahwa Abu Bakar yang berhubungan dengan Nabi pada tujuh generasi ke atas, dan 'Umar yang berhubungan dengan beliau pada sembilan generasi, dapat dianggap sebagai keluarga Nabi, sedang ia sendiri, sepupu pertama, disangkal statusnya sebagai saudara.