KHOTBAH 129- Diucapkan ketika Abu Dzarr diasingkan ke Rabadzah

Diucapkan ketika Abu Dzarr diasingkan ke Rabadzah[1]


Wahai, Abu Dzarr! Anda menunjukkan kemarahan atas nama Allah, oleh karena itu (Anda) mempunyai harapan pada-Nya yang demi Dia Anda marah. Orang takut kepada Anda dalam hal (maksiat) dunia mereka, sementara Anda menghawatirkan mereka demi keimanan Anda. Maka tinggalkanlah kepada mereka apa yang karenanya mereka merasa takut kepada Anda, dan menjauhlah dari mereka dengan membawa apa yang Anda khawatirkan mereka tentangnya. Betapa besar mereka membutuhkan Anda atas apa yang Anda tegahkan dari mereka, dan betapa tak peduli Anda kepada apa yang mereka sangkalkan dari Anda. Anda akan segera mengetahui siapa yang beruntung besok (di Hari Pengadilan) dan siapa yang lebih diiri. Sekalipun langit dan bumi ini ditutup bagi seseorang, sedang ia takwa kepada Allah, maka Allah akan membukakannya baginya. Hanya kebenaran yang akan menarik Anda, sedang kebatilan akan menolak Anda. ApabiJa Anda telah menerima tarikan-tarikan duniawi mereka, tentulah mereka telah mencintai Anda, dan apabila Anda telah mengambil bagian di dalamnya maka tentulah mereka sudah memberikan tempat perlindungan kepada Anda. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Abu Dzarr al-Ghifari bernama asal Jundab ibn Junadah. la penghuni Rabadzah yang merupakan sebuah desa kecil di sebelah timur Madinah. Kelika ia mula-mula mendengar tentang seruan Nabi, ia pergi ke Makkah; dan setelah bertanya-tanya, ia menemui Nabi dan menerima Islam. Karena itu kaum kafir Quraisy menimpakan kepadanya segala jenis kesukaran dan penderitaan. Tctapi ia tetap labah. Di antara orang yang menerima Islam, ialah yang ketiga, keempat atau kelima. Bersama dengan terdahuiunya masuk Islam, sikap zuhud dan takwanya demikian linggi sehingga Nabi mengatakan,

"Di antara umatku, Abu Dzarr adalah seperti 'lsa putra Maryam dalam hal zuhud dan takwa."

Dalam pemerintahan Khalifah 'Umar, Abu Dzarr pergi ke Suriah dan dalam masa pemcrintahan 'Utsman juga ia tinggal di sana. Di sana ia bekerja memberi nasihat, berdakwah, memperkenalkan kepada umat tentang kebesaran para anggota keluarga Nabi dan memben petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar. Jejak-jejak Syi'ah sekarang di Suriah dan Jabal 'Amil (Lebanon utara) adalah hasil dakwah dan kegiatannya dan buah benih yang ditaburkannya. Gubernur Suriah, Mu'awiah, tidak menyukai perilaku Abu Dzarr dan sangat benci akan kritik-kritiknya yang terbuka dan sebutannya tentang penimbunan uang dan kegiatan-kegiatan 'Utsman yang salah. Tetapi ia tak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya ia menulis surat kepada 'Utsman bahwa apabila ia membiarkannya tinggal di sana lebih lama maka ia akan membangkitkan rakyat melawan khalifah. Atasnya 'Utsman menulis kepada Mu'awiyah supaya Abu Dzarr didudukkan di atas unta tak berpelana dan dikirim ke Madinah. Sesuai perintah itu Abu Dzarr dikirimkan ke Madinah. Ketika tiba di Madinah ia melanjutkan dakwahnya tentang kesalehan dan kebenaran. la mengingatkan orang akan masa Nabi dan menahan mereka dari berpamcr ala raja-raja. 'Utsman merasa sangat jengkel karenanya dan berusaha membatasi dia berbicara. Pada suatu hari ia memanggilnya seraya berkata, "Saya tclah mengetahui bahwa Anda ke sana ke mari menyebarkan bahwa Nabi berkata,

'Bilamana Bani Umayyah akan menjadi tiga puluh, mereka akan memandang kota-kota Allah sebagai milik mereka, hamba-hamba-Nya sebagai budak mereka, dan agamanya alat dari pengkhianatan mereka'.

Abu Dzarr mengatakan bahwa ia telah mendengar Nabi mengatakannya. 'Utsman mengatakan bahwa ia berdusta dan menanyakan pada orang-orang lain apakah ada seseorang di antara mereka telah mendengar hadis itu, dan semua mengatakan tidak. Abu Dzarr lalu berkata supaya pertanyaan diajukan kepada Amirul Mukminin 'AIi ibn Abi Thalib (as). Amirul Mukminin dipanggil dan ditanyai tentang itu. la mengatakan bahwa memang benar demikian dan bahwa Abu Dzarr telah mengatakan yang sebenarnya. 'Utsman menanyakan atas dasar apa ia memberi kesaksian atas kebenaran hadis itu. Amirul Mukminin menjawab bahwa ia telah rnendengar Nabi mengatakan,

"Tak ada pembicara di bawah langit atau di atas bumi yang lebih jujur dari Abu Dzarr."

Karena itu 'Utsman tak dapat berbuat apa-apa. Apabila ia mempcrtahankan bahwa Abu Dzarr pendusta maka itu berarti bahwa ia membatilkan Nabi. Karena itu ia berdiam diri walaupun sangat jengkel, karena ia tak dapat membantahnya. Di sisi lain, Abu Dzarr berbicara tentang perampasan harta kaum Muslim secara tcrbuka, dan bilamana la melihat 'Utsman ia membaca ayat,

"... Dan orang-orang vang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, puda hari dipanaskan emas perak itu dulam neraku jahanam, lalu diseterika dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'lnilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) harta yang kamu simpan itu'." (QS. 9:34-35)

'Utsman menjanjikan uang kepadanya, tetapi ia tak dapat menjaring orang merdeka ini dalam jaringan emasnya. Lalu ia menempuh jalan penindasan, tetapi ini pun tak dapat menghentikan lidahnya yang berkata benar. Akhirnya 'Utsman memerintahkannya meninggalkan Madinah untuk pergi ke Rabadzah, dan mengutus Marwan—putra Hakam yang dahulu diasingkan Nabi—untuk mengusirnya keluar Madinah. Pada saat itu juga ia mengeluarkan perintah yang tak manusiawi bahwa tak seorang pun boleh berbicara atau mengantarnya pergi. Tctapi Amirul Mukminin, Imam Hasan, Imam Husain, 'Aqil ibn Abi Thalib, 'Abdullah ibn Ja'far dan 'Ammar ibn Yasir tidak mempedulikan larangan itu dan mengantarnya pergi. Amirul Mukminin mengucapkan kalimat-kalimat tersebut di atas pada kesempatan itu.

Di Rabadzah Abu Dzarr terpaksa menjalani kehidupan yang sangat sukar. Di sinilah putranya, Dzarr, dan istrinya telah meninggal, dan domba serta kambing yang dipeliharanya juga mati. Dari anak-anaknya hanya seorang perempuan yang tertinggal, yang sama memikul kelaparan dan kesukarannya. Ketika rezekinya sudah habis sama sekali dan hari-hari lewat tanpa makanan, si anak berkata kepada Abu Dzarr, "Ayah, berapa lama kita akan bertahan seperti ini. Kita harus ke suatu tempat untuk mencari rezeki." Abu Dzarr membawanya berangkat ke gurun. la bahkan tak dapat beroleh daun-daunan. Akhirnya ia kelelahan lalu duduk di suatu tempat. Kemudian ia mengumpulkan pasir, dan sambil menaruh kepalanya di atas pasir itu, ia berbaring. Segera ia mulai meregang, matanya berputar dan sakitnya maut menerkamnya.

Ketika si anak melihat keadaan ini, ia bingung seraya berkata, "Ayah, apabila Anda meninggal di belantara luas ini, bagaimana saya akan menguburkan Anda sendirian?" la menjawab, "Jangan bingung. Nabi telah mengatakan kepada saya bahwa saya akan mati dalam keadaan tak berdaya dan bcberapa orang 'Iraq akan mengurus penguburan saya. Sctelah saya mati, Anda tutupi saya dengan selembar kain kemudian duduklah di jalur jalan. Apabila ada kafilah lewat di jalan itu katakanlah bahwa sahabat Nabi, Abu Dzarr, telah meninggal." Lalu, setelah mati-nya, putrinya pergi duduk di tepi jalan. Setelah beberapa saat lewatlah satu kafilah di mana termasuk Malik ibn al-Harits al-Asytar an-Nakha'i, Hujr ibn 'Adi ath-Tha'i, 'Alqamah ibn Qais an-Nakha'i, Sa'sa'ah ibn Shuhan al-'Abdi, al-Aswad ibn Yazid an-Nakha'i, dan lain-lain, yang semuanya empat belas orang. Ketika mereka mendengar tcntang wafatnya Abu Dzarr, mereka terkejut akan kematiannya yang tak berdaya. Mereka menghentikan hewan angkutannya dan menunda perjalanan untuk melakukan pcnguburan. Malik al-Asytar memberikan selembar kain untuk kafannya. Kain itu seharga empat ribu dirham. Setelah upacara dan penguburannya, mcreka pergi. Ini terjadi dalam bulan Zulhijah 32 H.