KHOTBAH 180

Amirul Mukminin mengirim salah satu orangnya untuk membawakan kabar baginya tentang sekelompok tentara Kufah yang telah memutuskan untuk bergabung dengan kaum Khariji tetapi takut kepadanya.[1] Ketika ia kembali, Amirul Mukminin berkata kepadanya, "Apakah mereka puas dan akan tinggal atau merasa lemah dan tersesat?" Laki-laki itu menjawab, "Mereka telab pergi, ya Amirul Mukminin." Lalu Amirul Mukminin berkata:


Semoga belas kasihan Allah menjauh dari mereka sebagaimana dalam halnya kaum Tsamfid. Ketahuilah bahwa ketika lembing-lembing dilemparkan ke arah mereka, dan pedang-pedang ditetakkan ke kepala mereka, mereka akan menyesal atas perbuatan mereka. Sungguh, sekarang iblis telah menyerakkan mereka dan besok ia akan menyangkali suatu hubungan apa pun dengan mereka, dan akan meninggalkan mereka. Perpisahan mereka dari petunjuk, dengan kembali kepada kesesatan dan kebutaan, berpaling dari kebenaran dan jatuh ke dalam kebatilan, cukuplah (untuk azab mereka). •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Seorang lelaki dari suku Bani Najiah bernama al-Khirrît ibn Rasyîd an-Nâji berada di pihak Amirul Mukminin dalam pertempuran Shiffin, tetapi setelah Arbitrasi ia membelot, dan datang kepada Amirul Mukminin bersama tiga puluh orang seraya berkata, "Demi Allah, saya tidak lagi akan menaati perintah Anda, dan tidak akan salat di belakang Anda, dan akan meninggalkan Anda besok." Atasnya Amirul Mukminin berkata, "Anda perlu lebih dahulu memperhitungkan pokok-pokok yang mendasari Arbitrasi dan membicarakannya dengan saya. Apabila Anda puas, Anda lakukan sesuka Anda." la mengatakan bahwa ia akan datang hari berikutnya untuk membicarakan hal itu. Amirul Mukminin kemudian memperingatkannya, "Lihatlah, dengan pergi dari sini, janganlah Anda disesatkan oleh orang lain dan janganlah mengambil suatu jalan lain. Apabila Anda mempunyai kemauan untuk memahami, saya akan mengeluarkan Anda dari jalan salah ini dan menempatkan Anda pada jalan petunjuk." Setelah percakapan ini, ia pergi, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa ia telah bertekad untuk memberontak, dan sama sekali tak akan mau melihat penalaran. Dan demikianlah kejadiannya. la bersikeras pada pendiriannya. Ketika sampai ke tempatnya ia berkata kepada orang-orang sesukunya, "Bilamana kita telah bertekad untuk meninggalkan Amirul Mukminin, tak ada gunanya pergi menemuinya. Kita harus melakukan apa yang telah kita putuskan." Pada saat itu 'Abdullah ibn Qu'ain al-Azdi juga pergi kepada mereka untuk mencaritahu, tetapi ketika ia mengetahui keadaannya, ia meminta kepada Mudrik ibn ar-Rayyân an-Nâjî untuk berbicara dengannya dan memperingatkannya tentang bencana akibat pemberontakan itu. Mudrik kemudian meyakinkannya bahwa orang itu tidak akan diizinkan untuk mengambil suatu langkah. Sebagai akibatnya, 'Abdullah kembali dengan rasa puas dan melaporkan seluruhnya kepada Amirul Mukminin tentang akan kembalinya dia esok harinya. Amirul Mukminin berkata, "Kita lihat nanti apa yang terjadi bila ia datang." Tetapi, setelah waktu yang telah ditentukan itu berlalu dan ia tidak kembali, Amirul Mukminin menyuruh 'Abdullah pergi melihat keadaan dan apa sebabnya penangguhan itu. Saat tiba di sana, 'Abdullah mendapatkan bahwa mereka semua telah berangkat. Ketika ia kembali dan melaporkan keadaannya, Amirul Mukminin berkata seperti dalam khotbah ini.

Nasib yang menimpa al-Khirrît ibn Rasyîd an-Nâjî telah dinyatakan dalam Khotbah No. 44.