KHOTBAH 181

Diriwayatkan oleh Nauf al-Bikâlî bahwa Amirul Mukminin 'Ali as menyampaikan khotbah ini di Kufah sambil berdiri di atas sebongkah batu yang telah ditempatkan untuknya oleh Ja'dah ibn Hubairah al-Makhzumî. Amirul Mukminin berpakaian yang terbuat dari kayu, sabuk pedangnya dari daun-daunan, dan sandalnya pun terbuat dari daun kurma. Pada dahinya ada bagian yang mengeras seperti pada lutut unta (karena lama bersujud).


Tentang sifat-sifat Allah, makhluk-makhluk-Nya dan wujud-Nya yang di luar batas-batas flsik.

Segala puji bagi Allah yang kepada-Nya kembali segala makhluk dan akhir dari segala sesuatu. Kami memuji-Nya atas kebesaran dan kemurahan-Nya, kedermawanan bukti-bukti-Nya, peningkatan karunia dan nikmat-Nya—pujian yang mungkin memenuhi hak-Nya, membalas syukur-Nya, mengambil (kita) ke dekat ganjaran-Nya dan menghasilkan ditambahkan-Nya kebaikan. Kami memohon pertolongan-Nya sebagai orang yang penuh harap akan kemurahan-Nya, menghasratkan kebaikan-Nya, dan yakin akan dijauhkan-Nya dari bencana, yang mengakui pemberian-pemberian-Nya dan taat kepada-Nya dalam perkataan dan perbuatan. Kami beriman kepada-Nya seperti orang yang meletakkan harapannya kepada-Nya dengan keyakinan, beriman akan keesaan-Nya secara khusus, memandang-Nya besar, mengakui kemuliaan-Nya, dan mencari perlindungan pada-Nya dengan kecendemngan dan usaha.

Allah Yang Mahasuci tidak dilahirkan, sehingga seseorang tak mungkin menjadi mitra-Nya dalam kemuliaan. Tidak pula la melahirkan seseorang sehingga mewariskan kepadanya setelah mati. Waktu dan masa tidak mendahului-Nya. Penambahan dan pengurangan tidak terjadi pada-Nya. Tetapi la telah mewujudkan diri-Nya pada pengertian kita dengan jalan kita mengamati kekuasaan-Nya yang kuat dan keputusan-Nya yang kukuh. Di antara tanda-tanda peneiptaan-Nya ialah penciptaan langit yang dipasang tanpa tiang dan berdiri tanpa topangan. la metnanggilnya dan mereka menjawab dengan taat dan merendah tanpa malas dan enggan. Apabila mereka tidak mengakui Ketuhanan-Nya dan menaati-Nya la tak akan menjadikannya tempat bagi mahligai-Nya, tempat kediaman para malaikat dan tujuan untuk membangkitkan ucapan-ucapan yang suci dan amal perbuatan yang saleh dari makhluk-makhluk-Nya.

la membuat bintang-bintang di langit sebagai tanda-tanda yang dengan itu para musafir yang mengembara di berbagai jalur bumi dapat beroleh petunjuk. Kelamnya tabir gelap malam tidak mencegah nyala cahayanya, tidak pula tirai malam yang hitam berkuasa membalikkan cahaya bulan ketika ia menyebar di langit. Mahasuci Allah yang dari Dia kehitaman gelap senja atau malam gelap (yang jatuh) di bagian rendah bumi atau di gunung tinggi yang redup tersembunyi, tidak pula menggunturnya awan di cakrawala langit, tidak pula percikan halilintar di awan, tidak juga jatuhnya daun yang ditiup angin dari tempat kejatuhannya oleh angin topan atau curahan (hujan) dari langit. la tahu di mana tetesan-tetesan jatuh dan di mana mereka tinggal, di mana ketam meninggalkan jejaknya atau di mana mereka menyeret diri, rezeki apa akan mencukupi nyamuk dan apa yang dikandung perempuan dalam rahimnya.

Segala puji bagi Allah yang berada sebelum beradanya tahta, mahligai, langit, bumi, jin atau manusia. la tak dapat dilihat oleh khayalan ataupun diukur oleh pengertian. Orang yang memohon dari Dia tidak menyimpangkanNya (dari orang lain), tidak pula pemberian menyebabkan la berkurang. la tidak melihat dengan sarana mata, tidak pula la terbatas pada suatu tempat. la tak dapat dikatakan mempunyai teman. la tidak menciptakan (dengan pertolongan) anggota (badan). la tak terjangkau oleh indera. la tak dapat dipikirkan menurut manusia.

Dialah yang berkata kepada Musa dengan jelas dan menunjukkan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya tanpa menggunakan bagian-bagian tubuh, alat bicara atau tekak. Wahai Anda yang berusaha keras dalatn menggambarkan Allah; apabila Anda sungguh-sungguh maka (pertama-tama cobalah) menggambarkan Jibril, Mika'il atau kelompok besar malaikat yang dekat (kepada Allah) di tempat kemuliaan, namun kepala mereka tertunduk dan pikiran mereka bingung tentang bagaimana menetapkan batas-batas (definisi) kepada Pencipta Yang Mahatinggi. Ini disebabkan karena hal-hal itu hanya dapat dilihat melalui sifat-sifat yang mempunyai bentuk dan bagian-bagian dan yang menyerah kepada maut setelah mencapai akhir masanya. Tiada tuhan selain Dia. la mencerahkan setiap kegelapan dengan sinar cahaya-Nya dan menggelapkan setiap terangnya dengan kegelapan (maut).

Keterangan Tentang Orang-orang Zaman Dahulu dan Tentang Mengambil Pelajaran dari Mereka


Saya nasihati Anda, wahai para hamba Allah, untuk bertakwa kepada Allah yang telah memberikan kepada Anda pakaian yang baik dan me-ngamniakan limpahan rezeki kepada Anda. Apabila ada seseorang yang dapat beroleh tangga kepada kehidupan yang abadi, atau suatu cara untuk menghindari maut, itulah Sulaiman ibn Dawud as yang diberi kendali atas dunia jin dan manusia bersama dengan kenabian dan kedudukan besar (di hadapan Allah); tetapi ketika berakhir apa yang menjadi bagiannya dalam makanan (dari dunia ini) dan menghabiskan waktunya (yang tertentu), busur kehancuran menembaknya dengan panah maut. Rumah-rumahnya menjadi lowong dan tempat tinggalnya menjadi kosong. Sekelompok manusia lain mewarisinya. Sesungguhnya masa yang telah berlalu me-ngandung pelajaran bagi Anda.

Di manakah orang-orang Amalek dan putra-putra Amalek?[1] Di manakah para Fir'aun?[2] Di manakah penduduk kota al-Rass yang membunuh para nabi, menghancurkan ajaran para rasul Tuhan dan menghidupkan tradisi para lalim?[3] Di manakah orang-orang yang maju dengan tentara, mengalahkan ribuan (musuh), raengerahkan pasukan dan mendiami kota-kota?

Bagian dari Khotbah yang Sama, Tentang al-Mahdi


la akan memakai zirah kebijaksanaan, dan akan diperolehnya dengan segala kondisinya, seperti penuh perhatian kepadanya, pengetahuannya (yang lengkap) dan pengabdiannya yang istimewa kepadanya. Bagi dia hal itu seperti barang yang telah hilang darinya dan yang kemudian dicarinya, atau suatu kebutuhan yang sedang ia usahakan untuk dipenuhi. Apabila Islam dalatn kekacauan ia akan merasa sedih seperti seorang musafir, dan seperti unta (yang lelah) memukul-mukulkan ujung ekornya dan dengan lehernya yang melekat ke tanah. lalah yang terakhir dari bukti Allah dan salah seorang khalifah dari khalifah-khalifah para nabi-Nya.

Amirul Mukminin melanjutkan:

Tentang Metode Pemerintahannya, dan Kesedihan atas Gugurnya para Sahabatnya


Wahai manusia! Saya telah mengungkapkan kepada Anda nasihat yang biasa dikhotbahkan para nabi, dan saya telah menyampaikan kepada Anda apa yang disampaikan para penerima wasiat (nabi-nabi) kepada orang-orang yang datang sesudahnya. Saya berusaha melatih Anda dengan cambuk saya, tetapi Anda tak mau diluruskan. Saya menggiring Anda dengan teguran, tetapi Anda tidak mendapatkan perilaku yang yang pantas. Semoga Allah mengurusi Anda! Apakah Anda menghendaki imam selain saya untuk membawa Anda ke jalan (yang benar), dan menunjukkan kepada Anda jalan yang benar?

Berhati-hatilah! Hal-hal dunia ini yang (dahulu) ke depan telah menjadi hal-hal masa lalu, dan orang-orang yang dahulu di belakang sedang maju ke depan. Manusia-manusia (hamba) Allah yang bajik telah mengerahkan pikirannya untuk berangkat dan mereka telah membeli, dengan sedikit (kesenangan) yang fana, hanyak (ganjaran) semacam itu di dunia akhirat yang akan tetap. Apa kerugian yang diderita oleh saudara-saudara kita yang darahnya tertumpah di Shiffin karena sekarang tidak hidup lagi? Hanya bahwa mereka tidak lagi menderita terteguk ketika menelan dan tidak meminum ak keruh. Demi Allah, pastilah mereka telah menemui Allah dan Dia telah menganugerahkan kepada mereka ganjaran mereka, dan telah menempatkan mereka di rumah-rumah yang aman setelah mereka (menderita rasa) takut.

Di manakah saudara-saudara saya yang mengambil jalan (yang benar) dan melangkah dalam kebenaran? Di manakah 'Ammar?[4] Di manakah Ibn at-Tayyihan?[5] Di mana Dzusy-Syahadatain?[6] Dan di manakah yang lain-lain seperti mereka di antara para sahabat tnereka yang telah membaiat sampai mati dan yang kepalanya (yang tertebas) dibawa kepada musuh yang keji?[7]

Kemudian Amirul Mukminin menggosokkan tangannya ke janggutnya yang mulia lalu menangis dalam waktu lama, kemudian ia melanjutkan:

Wahai saudara-saudara saya yang membaca Al-Qur'an dan menguatkannya, memikirkan kewajiban mereka dan memenuhinya, menghidupkan sunah dan menghancurkan bidah. Ketika mereka dipanggil untuk berjihad, mereka menyambut dan mempercayai pemimpin mereka lalu mengikutinya.

Lalu Amirul Mukminin berseru sekuat suaranya:

Jihad, jihad, wahai para hamba Allah! Demi Allah, saya sedang mengerahkan tentara hari ini. Orang yang hendak maju menuju kepada Allah hendaklah maju ke depan.

Nauf berkata: Kemudian Amirul Mukminin menempatkan Husain as pada (pasukan) 10.000 orang, Qais ibn Sa'd (rahmat Allah atasnya) atas 10.000 tentara, Abu Ayyub al-Anshari atas 10.000 orang, dan yang atas 10.000 tentara, Abu Ayyub al-Ansharl atas 10.000 orang, dan yang lain-lainnya atas berbagai jumlah (tentara), dengan maksud untuk ke Shiffin. Tetapi sebelum hari Jum'at, si laknat Ibn Muljam membunuhnya. Akibatnya, tentara itu kembali dan ditinggalkan seperti biri-biri yang kehilangan gembalanya, sementara serigala-serigala merenggutnya dari segala sisi. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Sejarah menunjukkan bahwa sangat sering keruntuhan dan kehancuran bangsa-bangsa disebabkan oleh kelaliman, kemungkaran dan sikap takabur mereka yang terang-terangan. Akibatnya, kaum-kaum yang telah membentangkan kekuasaan ke berbagai penjuru dunia di Timur dan Barat, lenyap dari muka bumi setelah terbongkarnya kekejian mereka.

Amalek adalah suku atau kumpulan suku nomada yang digambarkan dalam Taurat Yahudi sebagai musuh-musuh sengit Bani Isra’il, walaupun mereka berkerabat dekat dengan Efraim, salah satu dari dua belas suku Bani Isra'il. Nama mereka berasal dari Amalek yang terkenal dalam cerita-cerita orang Arab tetapi yak tak dapat diidentifikasi. Wilayah mereka di selatan Judah dan boleh jadi sampai ke bagian utara Tanah Arab. Orang Amalek menindas Bani Isra'il yang mengungsi dari Mesir. Mereka menunggu orang Yahudi yang sedang eksodus dari Mesir lalu menyerangnya di Refidim, dekat Gunung Sina'i di mana mereka dikalahkan oleh Yosyua. Mereka juga bergabung dengan suku-suku nomada yang dikalahkan oleh Gideon dan dikutuk sampai musnah oleh Samuel. Kekalahan terakhir orang Amalek di mana mereka terkutuk untuk selama-lamanya terjadi di masa Hezekiah. (The New Encydopaedia Britannica (Micropaedia), jilid I, h. 288, edisi 1973-1974; selanjutnya lihatlah The Encydopaedia Americana, jilid I, h. 651, edisi 1975)

[2] Fir'aun atau Pharaoh adalah bentuk bahasa Ibrani dari kata Per-'o —makna harfiahnya Rumah Besar— yang berarti istana kerajaan, suatu julukan pada Kerajaan Baru dan sesudahnya sebagai gelar kehormatan raja Mesir. Pada dinasti
ke-22 gelar itu ditambahkan pada nama pribadi raja sendiri. Dalam dokumen-
dokumen resmi gelar lengkap raja Mesir mengandung lima nama. Yang pertama
dan yang tertua mengidentifikasinya sebagai titisan dewa elang, Horus; sering ditulis di dalam suatu bujur sangkar yang dinamakan serekh, menggambarkan
serambi istana kuno itu. Nama yang kedua, "dua wanita", menempatkannya di
bawah perlindungan Nekhbet dan Buto, dewa rajawali dan ular dari Mesir Hulu
dan Mesir Hilir; yang ketiga, "Horus Emas" yang barangkali pada asalnya berarti
"Horus berjaya atas musuh-musuhnya". Dua nama yang terakhir, yang tertulis di dalam suatu cincin, dan yang paling jamak digunakan, didahului oieh hieroglyp 
yang berarti "Raja Mesir Hulu dan Hilir", biasanya mengandung rujukan kepada 
hubungan yang khas antara raja itu dengan dewa matahari, Re, sedang nama yang kelima, didahalui oleh hieroglyph untuk "Putra Re" atau "Raja Kedua Negeri”.
Nama yang terakhir diberikan kepadanya ketika lahir, yang lainnya diberikan
ketika penobatan. (The New Encyclopaedia Britannica (Micropaedia), jilid VII
h. 927, edisi 1973-1974; untuk rujukan lebih lanjut, lihat juga The Encyclopaedia Americana, (International Edition), jilid 21, h. 707, edisi 1975).

Di antara para Fir'aun itu adalah Fir'aun di masa Nabi Musa. Sikapnya takabur, egois, tak peduli dan sombong sedemikian rupa sehingga ia mengaku, "Aku adalah Tuhanmu Yang Mahatinggi," yang menyatakan dirinya berkuasa atas semua kekuatan di dunia, dan beranggapan bahwa tak ada kekuatan yang dapat merebut kerajaan dan pemerintahan dari tangannya. AI-Qur'an meriwayatkan pengakuannya sebagai yang berkuasa sendiri,

Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) smgai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)? (QS. 43:51)

Tetapi, kerajaan itu dihancurkan dalam waktu singkat. Kedudukannya maupun para pelayannya tak dapat menghalangi kehancurannya. Malah ombak-ombak dari sungai-sungai yang diakuinya dengan bangga sebagai miliknya, membungkusnya dan membinasakannya, melemparkan mayatnya ke tanggul sungai untuk menjadi pelajaran bagi manusia.

[3] Penduduk kota-kota al-Rass dibunuh dan dihancurkan karena mengabaikan khotbah dan seruan seorang nabi, dan karena pendurhakaan. Tentang mereka, Al-Qur'an mengatakan,

"Dan (Kami binasakan) kaum 'Ad dan Tsamud dan penduduk al-Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut. Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka perumpamaan; dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan dengan sehancur-hancumya." (QS. 25:38-39.

"Sebelumnya mereka telah mendustakan (pulaj kaum Nuh dan penduduk al-Rass dan Tsamud, dan kaum 'Ad, kaum Fir'aun dan kaum Luth dan penduduk Aikah serta kaum Tubba'; semuanya telah mendustakan rasul-rasul maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan." (QS. 50:12-14).

[4] 'Ammar ibn Yasir ibn 'Amir al-'Ansi al-Madzhiji al-Makhzûmi masuk Islam di masa dini, dan Muslim pertama yang membangun mesjid dalam rumahnya sendiri di mana ia beribadat kepada Allah. (Ibn Sa'd, ath-Thabaqât, III, bagian I, h. 178; Usd al-Ghâbah, IV, h. 46; Ibn Katsir, Târîkh, VII, h. 311).

'Ammar masuk Islam bersama ayahnya Yasir dan ibunya Sumayyah. Mereka mengalami siksaan di tangan kaum Quraisy karena masuk Islam. Ayah dan ibu 'Ammar syahid dalam siksaan, lelaki dan wanita pertama yang syahid dalam Islam.

Banyak hadis diriwayatkan dari Nabi (saw) mengenai kebajikan, perilakunya yang menonjol dan amal perbuatannya yang mulia, seperti hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh 'A'isyah dan lain-lainnya bahwa Nabi telah bersabda, bahwa 'Ammar dipenuhi dengan iman dari ubun-ubun kepalanya sampai ke tapak kakinya. (Ibn Majah, as-Sunan, I, h. 65; Abu Nu'aim, Hilyah al-Auliyâ', I, h. 139; al-Haitsamî, Majma' az-Zawâ'id, IX, h. 295; al-Istî'âb, III, h. 1137; al-Ishâbah, II, h. 512)

Dalam sebuah hadis lain Nabi berkata tentang 'Ammar,

"'Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama 'Ammar. la berpaling ke mana saja kebenaran berpaling. ' Ammar dekat kepadaku seperti dekatnya mata dengan hidung. Sayang, suatu kelompok pendurhaka akan membunuhnya." (ath-Thabaqât, jilid III, bagian i, h. 187; al-Mustadrak, III, h. 392; Ibn Hisyam, as-Sîrah, II, h. 143; ibn Katsir, Târîkh, VII, h. 268, 270)

Juga dalam hadis mutawatir dan dikenal luas yang telah disalurkan oleh al-Bukhârî (dalam ash-Shahîh, VIII, h. 185-186), Tirmidzi (dalam al-Jami' ash-Shahîh), Ahmad ibn Hanbal (dalam al-Musnad, II, h. 161, 164, 206; III. h. 5, 22, 28, 91; IV, h. 197, 199; V, h. 215, 306, 307; VI, h. 289, 300, 311, 315), dan semua periwayat hadis dan sejarawan menyalurkan melalui 25 sahabat bahwa Nabi bersabda,

"Sayang! suatu kelompok pendurhaka yang menyeleweng dari kebenaran akan membunuh 'Ammar. 'Ammar akan menyeru mereka ke surga dan mereka menyerunya ke neraka. Pembunuhnya dan orang-orang yang merebut senjata dan pakaiannya akan berada di neraka."

Ibn Hajar al-'Asqalani (dalam Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 409; al-Ishâbah, II, h. 512) dan as-Suyûthî (dalam al-Khashâ'ish al-Kubrâ, II, h. 140) mengatakan,

"Riwayat hadis (tersebut di atas) ini adalah mutawâtir." Yakni, hadis itu diriwayatkan secara berurut-turut oleh sekian banyak orang sehingga tidak ada keraguan mengenai keasliannya.

Ibn 'Abdul Barr (dalam al-Istî'âb, III, h. 1140) mengatakan,

"Hadis itu mengikuti kesinambungan tanpa putus dari Nabi, bahwa beliau berkata, 'Suatu kelompok pendurhaka akan membunuh 'Ammar,' dan ini adalah suatu ramalan dari pengetahuan rahasia Nabi dan tanda kenabiannya. Hadis ini termasuk yang paling sahih dan yang tercatat secara paling tepat."

Setelah wafatnya Nabi, 'Ammar termasuk penganut dan pendukung terbaik Amirul Mukminin dalam masa pemerintahan ketiga khalifah pertama. Oalam masa kekhalifahan 'Utsman, ketika kaum Muslim memprotes kepada 'Utsman terhadap kebijakannya dalam pembagian harta baitul mal, 'Utsman berkata dalam suatu pertemuan umum bahwa uang yang berada dalam perbendaharaan adalah suci dan adalah milik Allah, dan bahwa dia (sebagai khalifah Nabi) berhak untuk membelanjakannya menurut yang dianggapnya pantas. 'Utsman mengancam dan mengutuk semua yang hendak memprotes atau menggerutu atas apa yang dikatakannya. Atasnya, 'Ammar ibn Yâsir dengan beraninya menyatakan keberatannya dan mulai menuduh kecondongannya yang telah mendarah daging untuk mengabaikan kepentingan rakyat umum; ia menuduhnya telah menghidupkan adat kebiasaan kaflr yang dihapus oleh Nabi. Atasnya 'Utsman memerintahkan supaya ia dipukuli, dan beberapa orang dari kalangan Bani Umayyah, kerabat Khalifah, segera menyerang 'Ammar yang mulia itu, dan khalifah itu sendiri menyepak kemaluan 'Ammar dengan kaki bersepatu, yang menyebabkan ia menderita hernia. 'Ammar pingsan selama tiga hari dan dirawat oleh Ummul Mu'minin Umm Salamah di rumahnya (Umm Salamah). (al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf, V, h. 48, 54, 88; Ibn Abil Hadid, III, h. 47-52; al-Imâmah was-Siyâsah, I, h. 35-36; al-'lgd al-Farîd, IV, h. 307; ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 185; Târîkh al-Khamîs, II, h. 271)

Ketika Amirul Mukminin menjadi khalifah, 'Ammar adalah salah seorang pendukungnya yang paling setia. la ikut serta dalam semua kegiatan sosial, politik dan militer dalam masa itu, terutama dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin.

Namun, 'Ammar gugur dalam Perang Shiffin pada 9 Safar 37 H. dalam usia lebih sembilan puluh tahun. Pada hari syahidnya, 'Ammar ibn Yasir menghadap ke langit seraya berkata,

"Ya Allah Tuhanku. Sesungguhnya Engkau tahu bahwa apabila aku mengetahui bahwa kehendak-Mu supaya aku menerjunkan diri ke Sungai (Efrat) dan tenggelam, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa apabila Engkau rida sekiranya aku menaruh pedang di dada dan menekannya keras-keras sehingga keluar di punggungku, aku akan melakukannya. Ya Allah Tuhanku! Aku tidak mengira ada sesuatu yang lebih menyenangkan bagi-Mu daripada berjuang melawan kelompok berdosa ini, dan apabila kuketahui bahwa suatu perbuatan lebih Engkau ridai, aku akan melakukannya."

Abu 'Abdur-Rahman as-Sulami meriwayatkan,

"Kami hadir bersama Amirul Mukminin di Shiffln di mana saya melihat 'Ammar ibn Yasir tidak memalingkan wajahnya ke sisi mana pun, atau ke wadi-wadi (lembah) Shiffin melainkan para sahabat Nabi mengikutinya seakan-akan ia merupakan suatu panji bagi mereka. Kemudian saya mendengar 'Ammar berkata kepada Hasyim ibn 'Utbah (al-Mirqal), "Wahai Hasyim, menyerbula ke barisan musuh, surga berada di bawah pedang. Hari ini saya menemui kekasih saya, Muhammad dan partainya."

"Kemudian ia berkata. 'Demi Allah, sekiranya pun mereka membuat kita lari hingga ke pepohonan kurma Hajar (sebuah kota di Bahrain), namun kita dengan yakin bahwa kita benar dan mereka salah.'

"Kemudian 'Ammar melajutkan (berkata kepada musuh):

Kami menyerangmu (dahulu) untuk (beriman) pada wahyu 

Dan kini kami menyerangmu untuk tafsirnya; 

Serangan yang memisahkan kepala dari tumpuannya; 

Dan membuat kawan lupa akan sahabat setianya; 

Sampai kebenaran kembali kepada jalannya."'

Lalu ia (as-Sulami) berkata, "Saya tidak (pernah) melihat para sahabat Nabi terbunuh pada saat mana pun sebanyak terbunuhnya mereka pada hari ini."

Kemudian 'Ammar memacu kudanya, memasuki medan pertempuran dan mulai bertempur. la bersikeras memburu musuh, melancarkan serangan demi serangan, dan mengangkat slogan-slogan menantang sampai akhirnya sekelompok orang Suriah yang berjiwa kerdil mengepungnya pada semua sisi, dan seorang lelaki bernama Abu al-Ghadiyah al-Juhari (al-Fazari) menimpakan luka padanya sedemikian rupa sehingga tak dapat ditanggungnya lalu ia kembali ke kemahnya. la meminta air. Semangkuk susu dibawakan kepadanya. Ketika 'Ammar melihat mangkuk itu ia berkata, 'Rasulullah telah mengatakan yang sebenarnya.' Orang bertanya kepadanya apa yang dimaksudnya dengan kata-kata itu. la berkata, 'Rasulullah telah memberitahukan kepada saya bahwa rezeki terakhir bagi saya di dunia ini adalah susu.' Kemudian ia mengambil mangkuk susu itu, meminumnya, lalu menyerahkan nyawanya kepada Allah Yang Mahakuasa. Ketika Amirul Mukminin mengetahui kematiannya, ia datang ke sisi 'Ammar, menaruh kepalanya ke pangkuannya sendiri dan mengucapkan elegi yang berikut,

"Sesungguhnya seorang Muslim yang tidak sedih atas terbunuhnya putra Yasir, dan tidak terpukul oleh petaka sedih ini, tidaklah ia beriman yang sesungguhnya.

"Semoga Allah memberkati 'Ammar di hari ia masuk Islam, semoga Allah memberkatinya di hari ia terbunuh, dan semoga Allah memberkati 'Ammar ketika ia dibangkitkan kembali.

"Sesungguhnya saya mendapatkan 'Ammar (pada tingkat sedemikian) sehingga tiga sahabat Nabi tak dapat disebut tanpa 'Ammar kecuali dia adalah yang keempat, dan empat nama dari mereka tak dapat disebut kecuali 'Ammar sebagai yang kelima.

"Tak ada di antara para sahabat Nabi yang meragukan bahwa bukan saja surga sekali atau dua kali dilimpahkan dengan paksa kepada 'Ammar, melainkan ia mendapatkan haknya atasnya (berkali-kali). Semoga surga memberikan kenikmatan kepada 'Ammar.

"Sesungguhnya dikatakan (oleh Nabi), 'Sungguh, 'Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama 'Ammar."'

Lalu Amirul Mukminin melangkah maju dan melakukan salat jenazah baginya, dan kemudian dengan tangannya sendiri ia menguburkannya.

Kematian 'Ammar menyebabkan gejolak besar pada barisan Mu'awiah pula, karena ada sejumlah orang terkemuka yang berperang pada pihaknya berpikiran bahwa peperangan Mu'awiah melawan Amirul Mukminin adalah perjuangan yang benar. Orang-orang itu mengetahui akan ucapan Nabi bahwa 'Ammar akan dibunuh oleh suatu kelompok yang berada di pihak yang batil. Ketika mereka melihat bahwa 'Ammar telah terbunuh oleh tentara Mu'awiah mereka menjadi yakin bahwa Amirul Mukminin pastilah di pihak yang benar. Kecemasan di kalangan para pemimpin maupun prajurit tentara Mu'awiah diredakan olehnya dengan argumen bahwa justru Amirul Mukminin yang membawa 'Ammar ke medan pertempuran dan karena itu ialah yang harus bertanggung jawab atas kematiannya. Ketika argumen Mu'awiah disebutkan kepada Amirul Mukminin, ia mengatakan bahwa seakan-akan Nabi harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Hamzah karena beliau yang membawanya ke Pertempuran Uhud. (ath-Thabari, at-Târîkh, I, h. 3316-3322; III, h. 2314-2319; Ibn Sa'd, ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 176-189; Ibn Atsîr, al-Kâmil, III, h. 308-312; Ibn Katsir, at-Târîkh, VII, h. 267-272; al-Minqarî, Shiffin, h. 320-345; Ibn 'Abdil Barr, al-Istî'âb, III, h. 1135-1140; IV, h. 1725; Ibn al-Atsir, Usd al-Ghâbah, IV, h. 43-47; V, h. 267; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balâghah, jilid V, h. 252-258; VIII, h. 10-28; X, h. 102-107; al-Hakim, al-Mustadrak, III, h. 384-394; Ibn 'Abdi Rabbih, al-'Iqd al-Farîd, IV, h. 340-343; al-Mas'ûdî, Murûj adz-Dzahab, II, h. 381-382; al-Haitsamî, Majma' az-Zawâ'id, IX, h. 292-298; al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf (biografi Amirul Mukminin), h. 310-319.

[5] Abul-Haitsam (Malik) ibn Tayyihân al-Anshari adalah salah seorang dari kedua belas pemimin (naqîb) kaum Anshar yang bertemu dengan Nabi pada pertemuan 'Aqabah yang pertama, dan termasuk yang hadir dalam pertemuan 'Aqabah yang kedua di mana ia memberikan baiat Islam kepada Nabi. la hadir dalam Pertempuran Badr maupun tempat-tempat pertemuan kaum Muslim di masa hidup Nabi. la termasuk di antara para pendukung setia Amirul Mukminin, yang hadir dalam Pertempuran Jamal dan Perang Shiffin, di mana ia gugur sebagai syahid. (al-Istî'âb, IV, h. 1773; Shiffin, h. 365; Usd al-Ghâbah, IV, h. 274; V, h. 318; al-lshâbah, III, h. 341; IV, h. 312-313; Ibn Abil Hadid, X, h. 108-109; Ansâb al-Asyrâf, h, 319)

[6] Khuzaimah ibn Tsabit al-Anshari dikenal sebagai Dzusy-Syahadatain karena kesaksiannya dianggap Nabi sama dengan kesaksian dua orang. la hadir dalam Perang Badr dan pertempuran-pertempuran lainnya maupun tempat-tempat pertemuan kaum Muslim di masa Nabi. la termasuk di antara orang yang paling dini menunjukkan keterpautan kepada Amirul Mukminin, yang juga hadir dalam Perang Jamal maupun Perang Shiffin. 'Abdur-Rahman ibn Abi Laila meriwayatkan bahwa ia melihat seorang lelaki dalam Perang Shiffin memerangi musuh dengan amat gagah berani; ketika ia ditegur karenanya, ia berkata,

"Saya adalah Khuzaimah ibn Tsabit al-Anshari. Saya telah mendengar Nabi berkata, 'Berjihadlah, berjihadlah, di sisi 'Ali.'" (al-Khathib al-Baghdâdî, Mawadhdhih Auhâm al-Jam' wa at-Tafriq, I, h. 277).

Khuzaimah gugur dalam Perang Shiffin segera setelah gugurnya ‘Ammar ibn Yasir.

Si pembohong terkenal, Saif ibn 'Umar al-Usayyidi at-Tamimi, telah mengada-adakan seorang Khuzaimah lain dan mengklaim bahwa dialah orang yang gugur di Shiffin, dan bukan Dzusy-Syahadatain. At-Thabari mengutip cerita palsu itu dari Saif tanpa disengaja atau sebaliknya, dan melaluinya cerita itu mempengaruhi beberapa sejarawan yang mengambil dari Thabari. (Untuk rujukan selanjutnya, lihat al-'Askari, Mi'atu wa Khamsun Ashhâbî Mukhtalag, II, h. 175-189).

Setelah menolak cerita itu, Ibn Abil Hadid berkata,

"Lagi pula, apa perlunya bagi orang-orang yang hendak membela Amirul Mukminin untuk membesar-besarkan kebanggaan mengenai Khuzaimah, Abul Haitsam, 'Ammar dan lain-lain. Apabila orang memperlakukan lelaki (Amirul Mukminin) ini dengan adil dan melihatnya dengan mata yang sehat, pastilah mereka akan menyadari bahwa sekiranya ia sendirian pun di (satu pihak) dan seluruh manusia (di pihak lain) memeranginya, ialah yang akan berada dalam kebenaran dan seluruh yang lainnya dalam kebatilan." (ath-Thabagât, III, bagian i, h. 185, 188; al-Mustadrak, III, h. 385, 397; Usd al-Ghâbah, II, h. 114; IV, h. 47; al-Istî'âb, II, h. 448; ath-Thabari, III, bagian i, h. 2316, 2319, 2401; al-Kâmil, III, h. 325; Shiffin, Ansâb al-Asyrâf, h. 313-314).

[7] Di antara orang yang hadir dalam Perang Jamal di pihak Amirul Mukminin terdapat 130 peserta Perang Badr dan 700 orang yang hadir dalam Baiat Ridhwan. (adz-Dzahabi, Târîkh al-Islam, II, h. 171; Khalifah ibn Khayyath, at-Târîkh, I, h. 164). Orang yang terbunuh dalam Perang Jamal di pihak Amirul Mukminin sekitar 500 orang sedang pihak Jamal 2.000. (al-'Iqd al-Farîd, IV, h. 326).

Di antara yang hadir di Shiffin di pihak Amirul Mukminin terdapat 80 orang pahlawan Badr dan 800 yang hadir di Baiat Ridhwan. (al-Mustadrak, III, h. 104; al-Istî'âb, III, h. 1138; al-Ishâbah, II, h. 389; at-Târîkh al-Ya'qubi, II, h. 188).

Di pihak Mu'awiah 45.000 orang terbunuh sedang di pihak Amirul Mukminin 25.000 orang. Di antara yang syahid (dari pihak Amirul Mukminin) terdapat 25 atau 26 peserta Perang Badr dan 63 atau 303 orang peserta Baiat Ridhwan. (Shiffin, h. 558; al-Istî'âb, II, h. 389; Ansâb al-Asyrâf, h. 322; Ibn Abil Hadid, X, h. 104; Ibn Katsir, VII, h. 275; Târîkh al-Khamîs, II, h. 277).

Di samping orang-orang yang menonjol dan para sahabat Amirul Mukminin yang terkemuka seperti 'Ammar, Dzusy-Syahadatain dan Ibn Tayyihan, yang gugur sebagai syahid di Shiffin adalah:

i. Hasyim ibn 'Utbah ibn Abi Waqqash terbunuh pada hari yang sama dengan 'Ammar. la pembawa panji tentara Amirul Mukminin pada hari itu.

ii. 'Abdullah ibn Budail ibn al-Warqa" al-Khuza'i yang pernah menjadi komandan sayap kanan dan pernah pula sebagai komandan infantri pasukan Amirul Mukminin.