Dari hamba Allah, Amirul Mukminin, kepada 'Abdullah ibn Qais.
Amma ba'du, saya telah mendengar kata-kata yang Anda ucapkan yang bagi (keuntungan) Anda maupun terhadap Anda.[1] Maka, bilamana utusan saya sampai kepada Anda, bersedialah Anda dan
bersiap, keluarlah dari liang Anda dan panggillah orang-orang yang ada bersama Anda. Lalu, apabila Anda yakin akan kebenarannya, bangkitlah; tetapi, apabila Anda merasa kecut, pergilah. Demi
Allah, Anda akan tertangkap di mana pun Anda berada, dan Anda tak akan dibiarkan luput hingga Anda bingung sepenuhnya dan segala sesuatu tentang Anda terserak, dan hingga Anda tergoncang dari
tempat düdük Anda. Maka, Anda akan ketakutan dari depan dan dari belakang Anda.
Yang Anda harap bukanlah suatu hal yang enteng melainkan suatu petaka yang parah. Kita harus menunggangi unta-untanya, mengatasi kesulitan-kesulitannya dan meratakan bukit-bukitnya.
Tertibkan pikiran Anda, peganglah urusan Anda, dan dapatkan (nasib dan) bagian Anda. Apabila Anda tidak menyukainya maka pergilah ke mana Anda tidak disambut dan Anda tak dapat lepas darinya.
Lebih baik bila Anda dibiarkan sendiri dan berbaring tidur. Maka tak seorang akan menanyakan di mana si Polan. Demi Allah, ini adalah perkara hak dengan orang yang berhak, dan karni tidak peduli
akan apa yang dilakukan para penghujat. Wasalam. •
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Ketika Amirul Mukminin hendak menumpas pemberontakan penduduk Bashrah, ia mengirim surat ini melalui imam Hasan kepada Abu Musa al-Asy'arî, Gubernur Kufah, di mana ia menegurnya karena
perilakunya yang ganda dan plin-plan, dan berusaha meyakinkannya untuk berjihad, karena di satu sisi ia mengatakan bahwa Amirul Mukminin adalah imam yang sebenarnya dan di sisi lain ia mengatakan
bahwa peperangan melawan kaum Muslim tidaklah benar; tetapi hal itu adalah suatu bencana dan perlulah menjauhkan bencana itu. Maka Amirul Mukminin merujuk pandangan plin-plan ini dalam kata-kata,
Hua lak wa 'alaik" (yang bagi Anda dan terhadap Anda). Maksudnya ialah bahwa bilamana Amirul Mukminin imam yang benar, maka bagaimana mungkin berperang bersamanya melawan musuh dipandang salah?
Dan apabila berperang di pihaknya adalah salah maka apa makna bahwa ia imam yang benar?
Bagaimanapun juga, walaupun ia mengenggankan mereka untuk bertempur, penduduk Kufah datang bergabung pada tentara Amirul Mukminin dalam jumlah besar dan ikut serta sepenuhnya dalam
pertempuran itu, mengalahkan orang Bashrah sampai mereka tak pernah lagi berani memberontak.