MUKADDIMAH

Segala puja dan puji bagi Allah yang menampakkan diri-Nya kepada para hamba-Nya di dalam lubuk hati mereka. Yang menyampaikan kehendak-Nya dalam bentuk Sunnah dan Al-Kitab (Al-Quran). Yang mensucikan para kekasih-Nya dari gemerlap dunia yang penuh tipuan dan rayuan, lalu membawa mereka menuju cahaya kebahagiaan. Hal itu Dia lakukan terhadap mereka bukan lantaran Dia memprioritaskan mereka di atas semua mahluk-Nya tanpa sebab dan menunjukkan kepada mereka sebaik-baik jalan.
Akan tetapi hal tersebut karena Dia mengetahui bahwa mereka pantas untuk mendapatkan kemurahan-Nya dan berhak menyandang sifat-sifat terpuji. Karenanya Dia tidak rela membiarkan mereka tanpa bimbingan khusus-Nya, akan tetapi memberi mereka kesempatan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sempurna.
Sehingga jiwa mereka lupa akan segala sesuatu kecuali Dia [1] . Ruh mereka mengenal kemuliaan ridha-Nya. Lantas mereka pun memalingkan hati mereka ke naungan-Nya dan mereka tambatkan pengharapan pada kemurahan dan kemuliaan-Nya.
Keceriaan pribadi yang meyakini alam abadi-Nya tampak di wajah mereka. Kecemasan orang yang takut akan bahaya yang menghadang kala berjumpa dengan-Nya terlihat jelas di raut muka mereka. Kerinduan mereka pada apa yang dikehendaki-Nya kian bertambah.
Sikap mereka terhadap apa yang berasal dari-Nya sama dengan sikap mereka terhadap apa yang kembali kepada-Nya. Telinga mereka dengan seksama mendengar rahasia-rahasia Ilahi. Hati mereka selalu riang dengan kelezatan dzikir-Nya.
Karenanya, Dia dekatkan mereka kepada-Nya sesuai dengan ketaatan mereka tersebut, dan Dia berikan kepada mereka karunia dari sisi-Nya, seperti seorang arif nan penyayang.
Segala sesuatu yang memalingkan mereka dari keagungan-Nya, kecil di mata mereka. Apapun yang menjauhkan mereka dari hubungan-Nya mereka tinggalkan. Sehingga mereka larut dalam kenikmatan kemulian dan kesempurnaan tersebut. Diapun memberi mereka jubah kebesaran dan keagungan untuk selama-lamanya.
Ketika mereka mengetahui bahwa kehidupan menjadi penghalang dalam menuruti kehendak-Nya, dan keberadaan mereka di dunia ini menjadi dinding pemisah antara mereka dan kemurahan-Nya, lalu mereka tanggalkan busana kehidupan. Pintu perjumpaan dengan-Nya mereka ketuk. Mereka menikmati jalan menuju kebebasan itu dengan mengorbankan jiwa raga dan menyodorkannya untuk menjadi mangsa pedang dan tombak.
Demi kemuliaan tersebut, jiwa para syuhada Karbala melayang tinggi, mereka berebut untuk menyongsong maut, dan akhirnya kawanan tombak dan sayatan pedang mencabik-cabik badan mereka.
Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh Sayyid Murtadla 'Alamul Huda ra. ketika menyifati mereka yang kami sebutkan diatas. Beliau berkata:
Badan mereka terkapar di padang sahara
Jiwa mereka di sisi Allah dengan jamuan-Nya
Mereka yang kan mencelakai justeru selamatkan
Pedang pembunuh justeru menghidupkan.
Jika tidak ada perintah Al-Quran dan Sunnah untuk bersedih dan berduka, atas gugurnya panji kebenaran dan terpuruknya pondasi kesesatan, sebagai perwujudan rasa sedih akan hilangnya kesempatan mendapatkan karunia tersebut dan rasa perih menyaksikan pembantaian seperti ini, kita akan senantiasa menyambut kenikmatan agung Ilahi ini dengan kegembiraan.
Ketika rasa sedih dan duka merupakan ridha Allah, Raja pada hari kebangkitan, dan kesenangan para hamba yang saleh, karenanya kita mengenakan busana duka dengan berlinang airmata, seraya berkata pada mata kita "Deraskan cucuran airmatamu dalam tangisan yang panjang." Dan kepada hati kita katakan "Lakukanlah sesuatu yang biasa dilakukan para wanita ketika ditimpa musibah".
Karena pusaka peninggalan Nabi saw. telah disia-siakan di hari Asyura'. Wasiat beliaupun mengenai keluarga dan keturunannya dikoyak-koyak oleh tangan umat dan musuh-musuhnya.
Sungguh betapa besar musibah yang menyayat hati ini, tragedi yang melahirkan kesedihan mendalam, bencana yang mengecilkan segala cobaan, tragedi yang mencabik-cabik simbol ketaqwaan, anak-anak panah yang menumpahkan darah risalah Ilahi, tangan-tangan yang menggiring tawanan kebesaran, bencana yang menundukkan kepala setiap insan mulia, cobaan yang mengorbankan jiwa sebaik-baik keluarga, pesta para musuh yang menggoncang hati para jawara, tragedi yang menyedihkan bagi Jibril, dan kejahatan besar di sisi Tuhan yang maha Agung dan Jalil.
Bagaimana tidak, bukankan darah daging Rasulullah SAW. terkapar di padang pasir. Darahnya yang suci tertumpah oleh pedang-pedang kesesatan. Wajah putri-putri beliau ditatap oleh mata para musuh Tuhan. Mereka menjadi tontonan khalayak ramai. Jasad para syuhada yang agung terlucuti dari pakaiannya. Badan mereka yang suci tersungkur di atas tanah. Sungguh musibah besar yang menyayat hati Nabi dengan anak panah yang menancap pada kalbu hidayah.
Ketika orang yang bersedih bosan dengan kesedihan, para pembawa kabar duka datang dengan kesusahan dan duka.
Oh, andaikan saja Fatimah as. dan ayahnya menyaksikan putra dan putri mereka yang terampas, terluka, diseret dan disembelih. Para putri Nabipun merobek baju-baju mereka karena kebingungan ditinggal oleh orang-orang yang mereka cintai. Mengacak-acak rambut mereka. Kerudung kepala mereka terbuka. Mereka memukuli pipi sendiri. Tak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain berlomba menguras tangisan dan jeritan, karena berpisah dari para penjaga dan pembela kehormatan mereka.
Wahai insan yang berbudi luhur, wahai pribadi dengan akal dan pikiran jernih, ceritakanlah pada diri kalian tragedi yang menimpa keluarga ini. Tangisilah mereka demi keridhaan Tuhan. Bantulah mereka dengan cinta dan airmata. Bersedihlah karena tidak dapat menolong mereka.
Mereka adalah pusaka peninggalan penghulu umat manusia, buah hati Rasulullah Saw.., cahaya mata Fatimah Zahra. Lisan suci Rasulullah Saw. telah banyak menyebutkan kemuliaan mereka. Ayah dan ibu mereka lebih beliau Saw. utamakan dari seluruh umatnya.
Jika engkau ragu tanyakan pada Hadits Nabi dan Ayat Qur'ani perihal mereka 
Di sanalah terdapat bukti yang jelas dan terperinci tentang keutamaan mereka. 
Nabi dengan wahyu perantara Jibril telah berwasiat untuk menjaga mereka
Sungguh mengherankan, bagaimana para durjana itu sampai hati membalas kebaikan kakeknya Saw. dengan kekufuran, padahal zaman belum jauh berselang. Mereka telah mengeruhkan kehidupan beliau dengan menyiksa buah hatinya, dan meremehkan beliau dengan menumpahkan darah putra kesayangannya?
Mana bukti kesetiaan mereka pada wasiat beliau untuk memelihara keluarganya? Jawaban apakah gerangan yang hendak mereka berikan kala berjumpa dengan beliau kelak? Padahal mereka telah menghancurkan bangunan yang beliau dirikan, dan lslam meneriakkan jeritan duka?!
Bagaimana hati tidak akan hancur kala mengingat tragedi ini! Sungguh mengherankan bagaimana umat melupakannya! Apa yang akan dijadikan alasan oleh mereka yang mengaku beragama Islam dan beriman padahal lalai akan tragedi menyayat hati yang menimpa agama?!
Bukankah mereka tahu bahwa Muhammad adalah keluarga korban pembantaian ini? Bukankah putra kesayangan beliau dibantai dan dicampakkan di padang sahara? Bukankah para malaikat datang mengucapkan bela sungkawa kepada beliau atas musibah besar yang beliau alami? Bukankah para Nabi bersama beliau dalam kesedihan dan duka?
Wahai para insan yang setia kepada Rasulullah, mengapa kalian tidak menyertai beliau dengan cucuran air mata?
Demi Allah, wahai pecinta putra Fatimah, iringilah beliau dalam meratapi jasad-jasad pembantaian ini! Berusahalah untuk mencucurkan air mata beriringan. Tangisilah kepergian pemimpin Islam ini, agar anda mendapatkan pahala orang yang bersedih atas musibah yang menimpa mereka dan meraih kebahagiaan di hari perhitungan awal kelak!.
Diriwayatkan dari junjungan kita Imam Baqir as., bahwa beliau bersabda: "Imam Ali Zainal Abidin as. mengatakan:
أيما مؤمن ذرفت عيناه لقتل الحسين عليه السلام حتى تسيل علي خده بوأه الله بها من الجنة غرفا يسكنها أحقاباً،وايما مؤمن ذرفت عيناه حتى تسيل على خده بما مسنا من الاذى من عدونا في الدنيا بوأه الله منزل صدق، وايما مؤمن مسه أذى فينا صرف الله عن وجهه الأذى وآمنه من سخط الله يوم القيامة
"Seorang Mukmin bila ia menangisi pembantaian lmam Husain as. hingga air mata membasahi pipinya, kelak Allah akan memberinya kamar-kamar di surga yang akan dia tempati selama-lamanya. Bila seorang Mukmin menangisi gangguan dan penganiayaan yang dilakukan para musuh terhadap kita, kelak Allah akan menempatkannya di tempat para siddiqin. Dan Jika seorang Mukmin merasa resah dan tersiksa karena gangguan yang kita derita, maka Allah akan menjauhkan segala gangguan darinya dan akan menjauhkannya dari kemurkaan api neraka di hari kiamat".

Diriwayatkan bahwa Imam Ja'far shadiq as. berkata:
من ذكرنا عنده ففاضت عيناه ولو مثل جناح الذبابة غفر الله ذنوبه ولو كانت مثل زبد البحر"
Barang siapa yang mendengar musibah yang menimpa kita lalu menitikkan air mata walaupun sekecil sayap lalat, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan."
Diriwayatkan dari Ahlu Bait Nabi saw., bahwa mereka mengatakan:
من بكى وابكى فينا مائة فله الجنة. ومن بكى وابكى خمسين فله الجنة، ومن بكى وابكى ثلاثين فله الجنة، ومن بكى وابكى عشرين فله الجنة ومن بكى وابكى عشرة فله الجنة ومن بكى وابكى واحدا فله الجنة ومن تباكى فله الجنة
"Barang siapa menangis dan menjadikan seratus orang menangis atas musibah yang menimpa kita, maka tempatnya adalah surga. Barang siapa yang menangis dan membuat lima puluh orang menangis bersamanya maka tempatnya adalah surga. Barang siapa menangis dan membuat tiga puluh orang menangis, surga adalah tempatnya. Barang siapa menangis dan membuat dua puluh orang menangis, surga menjadi tempatnya. Barang siapa menangis dan membuat sepuluh orang menangis tempatnya adalah surga. Barang siapa menangis dan membuat seorang menangis, tempatnya adalah surga. Barang siapa (tidak bisa menangis, tapi) berusaha untuk menangis, tempatnya adalah surga".
Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad bin Thawus-penyusun kitab ini-berkata: alasan utama yang mendorong saya menyusun kitab ini adalah, ketika saya telah menyelesaikan penulisan kitab "Misbahu Al-Zair wa Janaahu Al-Musafir" yang menurut saya cukup lengkap dengan adanya banyak tata cara berziarah dan amalan-amalan yang seyogyanya dilakukan pada saat itu, sehingga dengan kitab ini orang tidak perlu lagi membawa buku-buku panduan ziarah dan doa lainnya. Ketika itulah, saya berpikir untuk membekali orang tersebut dengan satu kitab yang memuat kisah Karbala, sehingga dia tidak perlu lagi membawa kitab "Maqtal" saat berziarah ke makam Imam Husain as. di hari 'Asyura'.
Maka dari itu, kitab ini saya susun sebagai pelengkap kitab pertama Hanya hal-hal penting saja bagi seorang peziarah dengan waktu yang singkat yang kami sebutkan dalam kitab ini. Saya berusaha untuk menghindari pembahasan yang panjang dan mendetail. Walaupun singkat, kitab ini cukup untuk memulai acara duka yang diinginkan oleh mereka yang benar-benar beriman, karena kronologi kejadiannya tertuang dalam bentuk kata-kata.
Kitab ini kami beri nama "Duka Padang Karbala", dan terdiri dari tiga bagian, dengan mengharap pertolongan Tuhan yang Maha Penyayang.
________________________________________

[1] Nas.kah A (inisial untuk nas.kah cetakan Najaf tahun 1369 H): Sehingga jiwa mereka kosong dari segala sesuatu selain Dia.