KHOTBAH 133- Diucapkan ketika Khalifah 'Umar ibn Khaththab meminta nasihat Amirul Mukminin tentang keikutsertaan dirinya dalam perjalanan tentara ke wilayah Rom

Diucapkan ketika Khalifah 'Umar ibn Khaththab meminta nasihat Amirul Mukminin tentang keikutsertaan dirinya dalam perjalanan tentara ke wilayah Romawi (Empirium Byzantin)[1]


Allah telah menetapkan bagi para pengikut agamanya untuk memperkuat perbatasan dan menyembunyikan tempat-tempat rahasia. Allah menolong mereka ketika mereka sedikit dan tak dapat melindungi diri mereka sendiri. Dia hidup dan tak akan mati. Apabila Anda sendiri mau maju menghadapi musuh dan bertempur dengan mereka lalu tertimpa suatu kesulitan, tak akan ada tempat perlindungan bagi kaum Muslim selain kota-kota mereka yang jauh, tak ada pula tempat ke mana mereka akam kembali. Oleh karena itu Anda harus mengutus ke sana seseorang yang berpengalaman dan mengirimkan bersamanya orang berperilaku baik yang berniat baik. Apabila Allah menganugerahkan kemenangan, maka inilah yang Anda kehendaki. Apabila sebaliknya, Anda akan merupakan dukungan bagi rakyat dan tempat kembali bagi kaum Muslim. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Tentang Amirul Mukminin, sebagian orang mengambil sikap aneh. Di satu sisi dikatakan bahwa ia tak mengenal politik praktis, tak mengetahui cara pe-merintahan, dan menunjukkan pemberontakan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu Bani Umayyah untuk berkuasa sebagai akibat kelemahan pemerintahan Amirul Mukminin. Di sisi lain, banyak digembar-gemborkan tentang berbagai kesempatan ketika para khalifah masa itu meminta nasihat Amirul Mukminin dalam urusan Negara yang penting-penting mengenai peperangan dengan kaum kafir. Tujuannya dalam hal ini bukanlah untuk menunjukkan kebenarannya berpikir dan menilai, atau kearifannya yang mendalam, melainkan untuk menunjukkan bahwa lerdapat persatuan dan kesesuaian di antara dia dan para khalifah pendahulunya sehingga perhatian tidak tertuju kepada fakta bahwa dalam bcberapa urusan mereka berselisih dan bahwa saling benlrok juga terjadi. Sejarah menunjukkan bahwa Amirul Mukminin memang mempunyai perbedaan prinsip dengan para khalifah itu, dan tidak semua langkah mereka disetujuinya. Dalam Khotbah asy-Syiqsyiqiyyah ia mengungkapkan dalam kata-kata nyaring perbedaan pendapat dan kemarahannya pada pemerintahan mereka masing-masing. Walaupun demikian, perbedaan itu tidak berarli bahwa ia tidak memberikan petunjuk-petunjuk yang benar dalam permasalahan kolcktif Islam. Lagi, karakter Amirul Mukminin demikian tinggi sehingga tak seorang pun dapat membayangkan bahwa ia akan mengelak memberikan nasihat mengenai kesejahteraan bersama atau kepentingan umum. Itulah sebabnya maka walaupun ada perbedaan prinsip, ia dimintai nasihat. Ini menun-jukkan kebesaran pribadi dan ketepatan pemikiran dan penilaiannya.

Demikianlah pula tabiat Nabi (saw) yang menonjol. Walaupun kaum kafir menolak pengakuan kenabiannya, mereka mengakui beliau sebagai pengemban amanat terbaik dan tidak meragukan sifat amanatnya. Malah dalam masa-masa bentrokan dan pertentangan pun mereka mengamanatkan harta mereka tanpa lakut atau curiga bahwa harta itu akan diselewengkannya. Demikian pula, Amirul Mukminin menduduki posisi yang demikian tinggi dalam hal amanat dan kepercayaan sehingga kawan maupun lawan percaya akan kebenaran nasihatnya. Maka, perilaku Nabi menunjukkan ketinggian sifat amanat beliau, dan tak dapat di-simpulkan darinya bahwa ada kesesuaian timbal balik antara beliau dan kaum kafir—karena amanat mempunyai tempatnya sendiri sementara perselisihan Islam dan kafir mempunyai tempat lain. Demikian pula, walaupun ada perselisihan dengan para khalifah itu, Amirul Mukminin dipandang sebagai pelindung kepentingan umat dan pcngawal kesejahteraan dan kemakmuran Islam. Maka, bilamana kepentingan umat terlibat, ia dimintai nasihat, dan ia memberikan nasihatnya yang tidak miring dengan menempatkan dirinya di atas tujuan pribadi dan berpegang pada hadis Nabi yang maksudnya bahwa "Orang yang dimintai nasihat adalah orang yang mengemban amanat." Tidak pernah ia membiarkan kebatilan atau kepalsuan ikut campur.

Dalam peristiwa pertempuran Palestina, Khalifah 'Umar meminta nasihatnya tentang keikutsertaannya. Pada waktu itu, terlepas dari persoalan apakah pendapatnya sesuai dengan perasaan 'Umar atau tidak, ia mengingat prestise dan keberadaan Islam dan menasihatinya untuk tinggal di tempatnya dan mengutus ke medan pertempuran itu orang lain yang berpengalaman, mengenal seni perang, karena perginya orang yang tidak berpengalaman akan merugikan prestise Islam yang telah mapan, dan pesona terhadap kaum Muslim yang telah ada sejak masa Nabi akan lenyap. Sebenarnya dalam kepergian Khalifah 'Umar ke sana Amirul Mukminin melihat tanda-tanda ancaman kekalahan. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa demi kepentingan Islam ia harus menahannya seraya menunjukkan pandangannya dalam kata-kata bahwa, "Apabila Anda terpaksa harus mundur dari medan pertempuran, hal itu bukan saja akan merupakan kekalahan pribadi Anda, tetapi kaum Muslim akan kehilangan semangat olehnya dan meninggalkan medan pertempuran dan bertebaran ke mana-mana, karena dengan perginya komandan meninggalkan medan maka tentara akan kehilangan pijakan. Lagi pula, dengan adanya pusat tanpa khalifah, tak akan ada harapan untuk beroleh Baniuan selanjutnya dari garis belakang yang akan memelihara keberanian para pejuang."

Inilah nasihat yang diajukan sebagai bukti saling sesuainya kedua orang itu, padahal nasihat ini disampaikan demi prestise dan kehidupan Islam, yang lebih penting bagi Amirul Mukminin ketimbang kepentingan mana pun lainnya. Bagi dia tak ada kehidupan individu tertentu yang begitu dicintainya sebingga untuk itu ia mungkin memberikan nasihat supaya jangan ikut dalam pertempuran (jihad).