KHOTBAH 172- Yang Berhak untuk (Jabatan) Kekhalifahan

Nabi adalah pengemban amanat wahyu Allah, yang terakhir dari nabi-Nya, pemberi kabar (gembira) tentang rahmat-Nya dan pemberi peringatan tentang hukuman-Nya.

Wahai manusia, yang berhak dari semua manusia untuk urusan ini (yakni kekhalifahan) adalah orang yang paling mampu di antara mereka untuk menegakkannya, dan yang paling mengetahui perintah-perintah Allah tentang itu. Apabila suatu bencana diciptakan oleh seorang pembawa bencana, ia akan diseru untuk bertaubat. Apabila ia menolak, ia akan diperangi. Demi hidupku, apabila masalah imamah tidak harus diputuskan kecuali semua orang hadir, maka tak akan ada hal seperti itu (di waktu lalu).[1] Tetapi, orang-orang yang menyetujuinya memaksakan keputusan pada yang tidak hadir, sedemikian rupa sehingga orang yang hadir tak dapat menolak dan orang yang tak hadir tak dapat memilih (seseorang lainnya). Ketahuilah bahwa saya akan memerangi dua orang, yang mengakui apa yang bukan kepunyaannya dan yang lain yang mengabaikan apa yang wajib baginya.

Perlunya Kebijaksanaan dalam Memerangi Muslimin


Wahai para hamba Allah! Saya nasihati Anda untuk bertakwa kepada Allah, karena itulah nasihat yang terbaik untuk diberikan orang antara satu sama lain, dan yang terbaik dari semua hal di hadapan Allah. Pintu peperangan telah terbuka antara Anda dan muslimin lainnya. Dan panji ini hanya akan dibawa oleh orang berpemandangan, tabah dan berpengetahuan tentang duduknya kebenaran. Oleh karena itu, Anda harus maju terusi dengan apa yang diperintahkan kepada Anda dan berhenti dari apa yang dicegah dari Anda. Jangan terburu-buru dalam hal setiap urusan sebelum jelas bagi Anda. Karena dalam setiap urusan yang tidak Anda sukai kita mempunyai hak untuk mengubahnya.

Perangai Dunia dengan Para Penganutnya


Ketahuilah bahwa dunia yang mulai Anda serakahi dan ke mana Anda tertarik, dan yang kadang-kadang memberangkan Anda dan kadang-kadang menyenangkan Anda, bukanlah kediaman Anda (yang kekal), dan bukan pula tempat penginapan Anda untuk apa Anda diciptakan, dan tidak pula tempat ke mana Anda telah diundang. Ketahuilah bahwa dunia tidak akan langgeng bagi Anda dan tidak pula Anda akan hidup bersamanya. Apabila sesuatu dari dunia ini menipu Anda (ke dalam pikatan), keburukannya memperingatkan Anda pula. Anda harus meninggalkan (obyek-obyek) tipuannya demi (obyek) peringatannya, dan (obyek) pikatannya demi (obyek-obyek) kengeriannya. Dan sementara di sini di dalamnya, majulah menuju ke mana Anda diseru, dan palingkan hati Anda dari dunia. Tiada di antara Anda yang harus menangis seperti budak perempuan atas sesuatu yang tidak diberikan kepadanya. Carilah kesempurnaan nikmat Allah atas Anda dengan sabar dan taatlah kepada Allah dan dalam menjaga apa yang telah diminta-Nya Anda menjaganya, yakni Kitab-Nya.

Ketahuilah bahwa kehilangan sesuatu dari dunia ini tidak akan merugikan Anda, apabila Anda telah menjaga prinsip-prinsip agama Anda. Ketahuilah pula bahwa setelah hilangnya agama Anda, tak akan ada sesuatu yang Anda senangi dari dunia ini yang akan bermanfaat bagi Anda. Semoga Allah membawa hati kita kepada yang hak dan semoga la menganugerahkan kesabaran kepada kami dan Anda.•

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Ketika orang-orang yang berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah sehubungan dengan pemilihan khalifah, bahkan orang-orang yang tidak hadir terpaksa mengikuti keputusan yang diambil di sana, dan diambillah prinsip bahwa orang-orang yang hadir pada pemilihan itu tidak berhak untuk mempertimbangkan hal itu atau mematahkan baiat, dan orang yang tak hadir tak dapat berbuat apa-apa selain menyetujui keputusan yang telah disepakati itu. Tetapi, ketika orang Madinah membaiat Amirul Mukminin, Gubernur Suriah (Mu'awiah) menolak untuk mengikutinya atas dasar bahwa karena ia tak hadir pada peristiwa itu, maka ia tidak terikat untuk berpegang kepadanya. Untuk itu Amirul Mukminin memberikan jawaban dalam khotbah ini, atas dasar prinsip yang telah diterima dan disetujui ini serta kondisi-kondisi yang telah dimapankan di kalangan rakyat dan sudah tak terbantah, yakni bahwa: "Ketika penduduk Madinah serta kaum Anshar dan Muhajirin telah membaiat saya, Mu'awiah tidak berhak melepaskan diri darinya dengan alasan bahwa ia tak hadir pada kesempatan itu, dan lagi Thalhah dan Zubair tidak berhak membatalkan baiatnya."

Pada kesempatan ini Amirul Mukminin tidak berhujah atas dasar ucapan Nabi yang merupakan kata kunci tentang kekhalifahan, karena dasar penolakannya berhubungan dengan modus operandi prinsip pemilihan. Sesuai dengan tuntutan situasi itu, jawaban berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disepakati lawan saja yang dapat membungkamnya. Sekalipun misalnya ia telah berhujah atas kekuatan perintah Nabi, hal itu akan mengalami pelbagai penafsiran, dan urusan itu akan diperpanjang ketimbang diselesaikan. Lagi, Amirul Mukminin telah melihat bahwa segera setelah wafatnya Nabi, ucapan dan perintah beliau telah dikesampingkan. Setelah berlalunya waktu panjang, tak dapat diharapkan bahwa orang akan menerimanya, istimewa setelah mapannya kebiasaan untuk mengikuti kehendak semaunya bertentangan dangan ucapan-ucapan Nabi.